Kebudayaan adalah sesuatu yang super-organic, karena kebudayaan yang berturun-temurun dari generasi ke generasi tetap hidup terus walaupun orang-orang yang menjadi anggota masyarakat senantiasa silih berganti dikarenakan kematian dan kelahiran.
Budaya adalah sebuah obyek studi yang menarik dalam sosial. Hal ini dikemukakan oleh teoretisi sosial Douglas Kellner yang menunjukkan pentingnya studi multidispliner dalam memahami budaya. Hal ini diawali di Inggris oleh Studi Budaya Birmingham yang melihat budaya dalam perspektif politik, kemasyarakatan dan budaya itu sendiri. Studi budaya tidak lagi didominasi oleh studi obyek-obyek budaya tinggi (avant-garde) namun juga membedah secara langsung budaya kontemporer yang berkembang di tengah masyarakat, mulai dari komik, bacaan, sains, hingga film.
Studi budaya seringkali dikaitkan dengan studi-studi poskolonial yang hampir parallel dengan teori-teori yang dikembangkan mazhab Frankfurt yang ingin membedah terjadinya penjajahan baru melalui obyek-obyek kultural. Semangat ini dikembangkan dalam teoretisi politik Amerika Serikat, Edward Said (1935-2003), dengan konteks pembedaan struktur sosial di belahan barat dan timur.
Secara umum, studi budaya menjalin studi yang melibatkan banyak analisis dan studi dalam disiplin studi komunikasi, politik, ekonomi, dan studi tentang linguistik atau semiologi. Semiologi merupakan bidang ilmu yang mempelajari konsep tanda sebagai elemen penyusun obyek budaya. Salah satu pengayaan kajian sosiologi budaya dikembangkan oleh sosiolog Perancis, Pierre Bordieu (1930-2002), yang mempelajari bagaimana pola budaya yang terbentuk atas ruang pengalaman sosial manusia yang menyentuh hampir seluruh sisi kehidupan masyarakat modern, mulai dari sains, ekonomi, budaya pop, televisi, dan sebagainya.
Susunan masyarakat yang tertutup tidak dapat bertahan menghadapi masuknya kehidupan ekonomi modern. Lingkungan desa tidak lagi dapat memberi jaminan hidup yang cukup dan suasana kehidupan ini dirasakan sebagai kungkungan. Akibatnya ialah runtuhnya susunan sosial yang lama, pemboyongan ke kota-kota, keinginan para petani untuk mencoba cara-cara yang baru, atau untuk bertindak sendiri memperbaiki nasibnya antara lain dengan turut dalam gerombolan-gerombolan.
Apabila kita meninjau kedudukan negara kita di dunia internasional, maka terlihatlah bahwa pada tingkat kehidupan ekonomi kita sekarang, nasib kita sebagai bangsa untuk sebagian besar masih ditentukan sebagai objek oleh faktor-faktor di luar kekuasaan kita. Memang untuk beberapa waktu mungkin untuk memperkuat kedudukan kita dan melindungi kepentingan bangsa kita dengan berbagai tindakan politik. Akan tetapi hasil-hasilnya sangat terbatas dan sementara. Jaminan yang mutlak bagi asas menentukan nasib kita sendiri terletak pada kekuatan ekonomi yang besar. Urgensi pembangunan ekonomi lebih nyata lagi jika kita mengingat bahwa sebagian besar negara-negara lain telah berhasil memulihkan keadaan ekonominya pada tingkat sebelum perang, malahan tingkat itu dapat dilampauinya.
Meskipun di dalam tahun-tahun yang akhir ini kita telah mencapai sekedar kemajuan dalam lapangan pembangunan ekonomi, namun orang tidak dapat melepaskan diri dari kesan bahwa kemajuan itu tidak memegang peranan dalam alam pikiran bangsa kita. Memang harus dikatakan bahwa kemajuan itu belum mencukupi untuk memenuhi tuntutan zaman seperti digambarkan di atas tadi. Hasil-hasil pembangunan ekonomi hingga kini belum merupakan sesuatu yang dapat memupuk kepercayaan diri kita sendiri dan menambah kesanggupan kita untuk membangun secara bersemangat. Seolah-olah rencana-rencana pembangunan dari pemerintah tidak merupakan suatu barang yang hidup untuk masyarakat sebagai kebulatan, meskipun pentingnya hal itu diterima juga oleh daerah-daerah yang bersangkutan langsung. Kesan umum ialah bahwa, pembangunan ekonomi itu tinggal sebagai rencana-rencana Pemerintah saja, di mana setiap Kementerian berusaha sendiri-sendiri dan bukannya sebagai pelaksanaan sebagian dari suatu rencana pembangunan umum yang integral.
0 komentar:
Posting Komentar